- KL May 11 — palm oil sector breaking point, serious labour shortage
- govt yet to fulfill efforts to bring 32,000 foreign workers
- harvesters shortage in palm oil estates critical
- plantation companies waiting in vain for foreign workers since 2021
- don’t see this happening soon
- onus is to source workers
now 30 to 40-day harvesting intervals versus 10 to 15-day previously
labour shortage impacted planters’ yields, output
plantation companies failed to fully profit from record-high CPO prices
RM6,300 per tonne in 2022
- RM106.5b palm oil revenue in 2021, RM73bil in 2020
- lost RM30 billion revenue (in 2021) because worker shortage
- acute labour shortage reached breaking point
- serious crop losses in 2022
- main challenge expediting process, work permits, vaccinations
- will not create relief in 2022, best case only next year
plan to bring in 32,000 more foreign workers
- M'sia 2nd largest palm oil producer after Indonesia, 44% global palm oil
- 2020 M'sia produced, exported 25.8% and 34.3% world palm oil respectively
- 2020 M'sia 9.1%, 19.7% world’s production, export of oils respectively
My comments:
Tuan-Tuan siapa peduli pasal ekonomi negara kita?
Masalah kekurang pekerja asing ini sekarang sudah kronik selama DUA TAHUN.
Siapa peduli?
Siapa peduli pasal rasuah dan rompakan harta rakyat depan mata oleh kaum-kaum elit?
Siapa peduli sistem pendidikan hancus?
Siapa peduli hari ini Ringgit Malaysia jatuh lagi - sudah jadi RM4.39 bagi setiap US Dollar?
Hari
itu saya dengar Mak Cik Bank Negara buat "market intervention".
Membazir Foreign Reserve kita sebab Ringgit naik sekejap saja - dua tiga
hari saja. Lepas itu Ringgit jatuh balik. Hari ini RM4.39 to the Dollar
pula. Dont waste our Forex reserves. Just let the Ringgit find its own
level.
Tempoh
hari saya sudah sebut (dan hari ini saya akan ulangi) nilai matawang
Ringgit Malaysia atau apa jenis matawang dunia pun ditetapkan oleh
'demand' and 'supply' untuk duit itu. Maksudnya ia berhubung rapat
dengan impot dan ekspot sesebuah negara. Dan saya sudah sebut nilai
ekspot kita makin menurun, berbanding barang yang kita impot dari negara
lain.
Kalau
ekonomi kita banyak mengekspot barang, dan barang yang bernilai, maka
pembeli barang kita di luar negara kena terpaksa cari Money Changer
untuk tukar duit depa dengan Ringgit Malaysia untuk membayar pengekspot
Malaysia.
Lets
say Jepun beli barang buatan Malaysia, dia tak boleh bayar kita dengan
duit Jepun sebab duit Jepun tak laku di kedai mamak atau di stesen
minyak di Malaysia. Jadi Jepun itu kena pi cari Money Changer dan tukar
duit Jepun dengan Ringgit Malaysia dan guna Ringgit Malaysia itu untuk
bayar pengekspot kita. That is how it works. Maka permintaan atau demand
untuk Ringgit akan naik dan nilai Ringgit pun akan naik.
Ikut
berita Malay Mail di atas itu (berita semalam) pada tahun 2021
industri kelapa sawit (palm oil industry) rugi RM30 Billion ekspot
minyak sawit sebab negara kita mengalami kekurangan pekerja asing yang
sangat kronik. Tak cukup pekerja untuk kutip buah sawit. Jadi kita rugi RM30 Billion nilai ekspot. Ini baru satu
industri.
Macam
mana pula kilang pengekspot furniture (perabot dan perkakas buatan
kayu) ? Berapa banyak billion Ringgit yang mereka rugi pula, sebab tiada
cukup pekerja asing?
Macam
mana pula industri pembangunan, perumahan, kilang barang logam, besi,
elektronik dan beribu jenis kilang lagi? Mereka semua mengalami
kekurangan pekerja asing yang kronik.
Sebab
itu lah nilai Ringgit jatuh. Supply and demand punya pasal. Bila
pengeluaran kilang, bakery, kedai mamak, ladang dan hotel semuanya
terjejas sebab tiada cukup pekerja asing maka Ringgit kita akan jatuh.
Tetapi siapa yang peduli?
Geng yang kau-tim AP impot pekerja asing menunggu saja peluang untuk kemut semua AP. Hello Dato, berapa satu kepala? RM10 ribu? RM20 ribu? Boleh cari cewek lagi ah. Jangan lupa - bila makan mulalah dengan bismillah.
Tuan-Tuan peduli tak?